Apa lagi jang bisa ditoeliskan tentang negeri indah jang kini poranda di terdjang bentjana ini?
Terlaloe banjak doeka di sini
Terlalo banjak air mata
Terlaloe banjak majat-majat korban jang bergelimpangan
Terkapar memboesoek di poeing-poeing roentoehan bangoenan.
Terlaloe banjak anak-anak jatim-piatoe
Terlaloe banjak!
Sementara terlampaoe sedikit jang bisa kita bikin oentoek mereka!
Djanoeari hari ke doea...
Pesawat Merpati jang disewa BUMN Peduli menerbangkan saja di atas langit Atjeh jang goelita.
Tak banjak kerlip lampoe dibawah sana.
Soenggoeh kontras dengan Djakarta jang 6 djam laloe kita tinggalkan
Negeri ini sekarat diterdjang Tsunami.
Dan ketika pesawat mendjedjakkan rodanja di Bandara.
Tak ada aktifitas khas bandara. Jang biasanja memandjakan kita.
Bandara ini masih oetoeh sadja soedah oentoeng.
Saja dan ketiga teman poen bergegas memanggoel ransel.
Mengoeroesi obat-obatan dan peralatan medis jang kita bawa. Tapi mesti tidoer di apron bandara. Karena menoeroet teman jang lebih doeloe masoek, djaloer Blangbintang-Banda Atjeh tak aman di malam hari.
Padahal waktoe kita sampai sadja soedah djam 12 tengah malam.
Malam pertama di Atjeh poen dihabiskan dengan memandangi langit. Dalam pelukan hangat sleeping bag. Sambil berpikir apa jang bisa kita perboeat besok.
Esoknja, dalam perdjalanan ke Banda Atjeh, baroe kita lihat betapa loeloehlantaknja kota ini. Koeboeran massal jang masih menebarkan bau bangkai di Lambaro. Toeboeh-toeboeh telandjang tak bernjawa di djalan-djalan dan soengai. Pante Pirak - bangoenan pertama jang roentoeh digoentjang gempa. Masdjid Raja jang dipenoehi sampah loempoer dan majat. Roemah toko tiga lantai jang lantai satoenja amblas ke tanah. Deboe beterbangan bertjampoer dengan air mata haroe jang mengalir tak tertahan.
Hasil moesjawarah dengan teman-teman di RS. Kesdam, saja dan rombongan diminta ke Poelaoe Nasi, tak djaoeh dari Sabang. Perdjalanan dengan perahoe memakan waktoe satoe setengah djam dari Peunajong. Melewati Pasar Atjeh jang terlihat seperti ground zero bekas ledakan. Ada doea kapal kajoe jang hanjoet dibawa gelombang hingga ke daerah pasar. Bangoenan-bangoenan roentoeh, sebagian rata dengan tanah. Majat-majat lagi-lagi bertebaran. Sebagian soedah dalam body bag. Tapi masih menebarkan aroma khasnja.
Tentang majat-majat ini, bekas boss dan goeroe saja, Prof. Arjono Djoened Poesponegoro, ketika bersoea di Kesdam poenja komentar tersendiri:
"Goea oedah kemana-mana, di hampir semoea bentjana di belahan doenia, tapi hanja disini goea liat begitoe banjak majat!"
Sampai di sungai Atjeh, jang kita soesoeri, masih banjak toeboeh-toeboeh memboesoek itoe didjoempai.
Keloear ke laoet, tak ada majat lagi. Tapi kapal kajoe kecil itoe moelai menari dipermainkan ombak. Awalnja perlahan, makin ketengah makin besar. Ombak-ombak setinggi 1-1,5 meter bergantian menerpa.
Doeloe, hampir setiap 2 minggoe saja pasti melintas selat Makassar. Dari Rig ke Balikpapan ataoe sebaliknja. Tapi kini soeasananja lain. Ombaknja lebih besar, tak ada life jacket dan satoe-satoenja benda jang bisa dipakai oentoek mengapoeng hanjalah seboeah ban mobil jang terikat koeat di atap perahoe. Satoe ban itoe sadja, oentoek sekita 30-an penoempang perahoe.
Tapi awalnja saja tenang-tenang sadja. Djoega ketika perahoe makin koeat bergojang. Moengkin memang biasa begini. Itoe sadja jang terpikir. Tapi sewaktoe beberapa penoempang warga poelaoe mulai menangis. Sebagian moelai sjahadat. Baroe sadar kalaoe ini boekan kondisi biasa. Sjoekoerlah akhirnja kita selamat sampai di Poelaoe Nasi.
Poelaoe Nasi ketjil, kelilingnja sekitar 25 kilometer. Doeloe bekas daerah persemboenjian GAM tapi sekarang soedah 'bersih'. Tjerita Danramil setempat. Ada 5 Desa disana. Penduduknja sekitar 1500 djiwa. Setelah Tsoenami, 2 desa habis. Sebagian pendoedoek soedah mengoengsi ke Banda Atjeh. Kini jang tersisa hanja sekitar 500 warga.
(bersamboeng)
foto-foto diambil dari www.plan-uk.org
Monday, January 17, 2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment